Selasa, 29 September 2015

BURUNG - BURUNG MALUKU UTARA


 


1. ELANG BONDOL (Haliastur Indus)
Lok. Pulau Kaha Tola

Burung berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang. Dewasa: kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam. Seluruh tubuh renaja kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah menjadi putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga. Perbedaan antara burung muda dengan Elang Paria pada ujung ekor membulat dan bukannya menggarpu.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, tungkai dan kaki kuning suram.
Suara :
Jeritan meringkik “iiuw-wir-r-r-r-r” saat terbang berpasangan. Memekik keras “piiiii-yah” ketika mengejar pendatang yang memasuki daerah teretori.

Penyebaran global :
Daerah sekitar pantai di Asia Tenggara, Cina, dan Australia. Sedangkan di Indonesia dan India, masih dapat ditemukan di daerah pedalaman.

Penyebaran lokal dan status :
Umum tersebar di seluruh Indonesia, jarang ditemui di Jawa dan Bali. Menghuni habitat sekitar pantai dan kepulauan di daerah tropis. Juga masih dapat ditemukan di lahan basah dan hutan dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang jauh dari pantai.

Kebiasaan :
Biasanya sendirian, tetapi di daerah yang makanannya melimpah dapat membentuk kelompok sampai 35 individu. Ketika berada di sekitar sarang, sesekali memperlihatkan perilaku terbang naik dengan cepat diselingi gerakan menggantung di udara, kemudian menukik tajam dengan sayap terlipat dan dilakukan secara berulang-ulang. Terbang rendah di atas permukaan air untuk berburu makanan, tetapi terkadang juga menunggu mangsa sambil bertengger di pohon dekat perairan, dan sesekali terlihat berjalan di permukaan tanah mencari semut dan rayap. Menyerang burung camar, dara laut, burung air besar, dan burung pemangsa lain yang lebih kecil untuk mencuri makanan.

Makanan:
Sangat bervariasi. Di perairan diantaranya memakan kepiting, udang, dan ikan; juga memakan sampah dan ikan sisa tangkapan nelayan. Di daratan memangsa burung, anak ayam, serangga, dan mamalia kecil.

Perkembangbiakan:
Berbiak pada musim kemarau di daerah tropis, sekitar bulan Januari-Juli di Kalimantan, Mei-Oktober di Jawa dan Sulawesi. Bentuk sarang tidak rapi, tersusun atas patahan batang, rumput, daun, rumput laut, sisa makanan dan sampah. Sarang terletak di bangunan atau percabangan pohon yang tersembunyi, 6-50 m dari permukaan tanah. Sedangkan di hutan mangrove, sarang hanya setinggi 2-8 m. Jumlah telur biasanya 2 (1-4 butir), dierami selama 28-35 hari. Anakan mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 40-56 hari, menjadi dewasa mandiri setelah 2 bulan kemudian.

PERINGATAN takbole

Elang Bondol (Haliaster indus) termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
  1. Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  3. Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));

2. BURUNG MADU SRIGANTI (Nectarinia Jugularis) Olive Backed Sunbird
Olive-backed Sunbird
Olive-backed Sunbird
Olive-backed Sunbird
Olive-backed Sunbird
Lok. Pulau Sosota
Burung penghisap madu nan lincah. Jenis ini umummya kita jumpai di lahan budidaya, perkebunan kelapa bahkan taman-taman kota. Sering pula mengunjungi hutan bakau, semak dan perdu, serta pertumbuhan sekunder.
Terkadang mereka dijumpai bersama jenis-jenis burung madu lainnya, burung Kacamata (Zosterops spp.), dan jenis-jenis Cabai (Dicaeum spp.)
- See more at: http://burungsulawesi.web.id/beranda/?p=86#sthash.7JNGs6fR.dpuf

Burung penghisap madu nan lincah. Jenis ini umummya kita jumpai di lahan budidaya, perkebunan kelapa bahkan taman-taman kota. Sering pula mengunjungi hutan bakau, semak dan perdu, serta pertumbuhan sekunder.
Terkadang mereka dijumpai bersama jenis-jenis burung madu lainnya, burung Kacamata (Zosterops spp.), dan jenis-jenis Cabai (Dicaeum spp.)
- See more at: http://burungsulawesi.web.id/beranda/?p=86#sthash.7JNGs6fR.dpuf
Burung penghisap madu nan lincah, jenis ini umumnya kita jumpai di lahan budidaya, perkebunan kelapa bahkan di taman-taman kota. sering pula mengunjungi hutan bakau, semak dan perdu, serta pertumbuhan sekunder.
Terkadang mereka dijumpai bersama jenis-jenis burung madu lainnya, burung kacamata (Zosterops spp), dan jenis-jenis cabai 
 
Burung penghisap madu nan lincah. Jenis ini umummya kita jumpai di lahan budidaya, perkebunan kelapa bahkan taman-taman kota. Sering pula mengunjungi hutan bakau, semak dan perdu, serta pertumbuhan sekunder.
Terkadang mereka dijumpai bersama jenis-jenis burung madu lainnya, burung Kacamata (Zosterops spp.), dan jenis-jenis Cabai (Dicaeum spp.)
- See more at: http://burungsulawesi.web.id/beranda/?p=86#sthash.7JNGs6fR.dpuf
3.  CEKAKAK SUNGAI (Todirhamphus Chloris) 
Lok. Pulau Kaha Tola

Cekakak sungai (bahasa Latin = Todirhamphus chloris) adalah spesies burung dari keluarga Alcedinidae, dari genus Todirhamphus. Burung ini merupakan jenis burung pemakan kadal, serangga besar, katak, ulat, cacaing yang memiliki habitat di daerah terbuka dekat perairan, kebun, kota, tepi hutan, tersebar sampai ketinggian 1.200 m dpl.
Lok. Pulau Kaha Tola
Cekakak sungai memiliki tubuh berukuran sedang (24 cm). Warna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan berkilau terang. Setrip hitam melewati mata. Kekang putih. Kerah dan Tubuh bagian bawah putih bersih. Iris coklat, paruh atas abu tua, paruh bawah pucat, kaki abu-abu. Bertengger pada bebatuan atau pohon. Mangsa besar dibanting-bantingkan dahulu sebelum dimakan. Sangat ribut, suara keras hampir terdengar sepanjang hari.
Sarang berupa galian dibawah pohon atau tepi sungai. Telur berwarna putih, jumlah 2-3 butir. Berbiak bulan Maret-Juni, September-Desember.
Penyebaran
  • Asia Selatan, Asia tenggara, Australia.
  • Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua.
4.  CEKAKAK SUCI (Todirhampus sanctus (Alcedinidae) Sacred Kingfisher
Lok. Pulau Sosota

Karakter
Tubuh berukuran sedang (22 cm). Mirip Cekakak sungai, tapi lebih berwarna kotor. Perbedaan: Ukuran tubuh sedikit lebih kecil. Bagian yang berwarna biru lebih kehijauan. Dada tersapu kuning atau merah karat (bukan putih bersih). Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu terang.
Bertengger di tiang, pohon mangrove, atau turun ke tanah. Berburu sepanjang pantai. Lebih jinak daripada Cekakak sungai. Makanan: serangga, kepiting, udang.
Lok. Pulau Sosota

Habitat
Pantai, mangrove, tambak.
Penyebaran
Berbiak: Australia.
Migran: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Papua.
Lok. Pulau Sosota
Penyebaran Lokal
Tambaksari, Sayung, Demak: kawasan lahan basah.
Sungai Banjirkanal Timur, Semarang: kawasan lahan basah.
Lok. Pulau Sosota
Status
Migran.
Jumlah sedikit dan frekuensi agak sering.
Peringkat perjumpaan: (2) agak mudah.

5. ELANG LAUT DADA PUTIH (Haliaeetus Leucogaster)

 Lok. Pulau Kaha Tola

Elang Laut Dada Putih dengan nama latin Haliaeetus leucogaster, dijuluki "mesin terbang" hidup yang paling mengesankan di bumi ini, dan julukan itu bukannya tanpa alasan. Dengan bentangan sayap sepanjang tiga meter, burung laut terbesar ini sanggup terbang hingga kecepatan 115 kilometer per jam. Elang laut memang tampak kaku di darat, tetapi di angkasa dia benar-benar anggun dan menakjubkan untuk dipandang. Elang laut dada putih adalah burung yang di jadikan fauna identitas Kabupaten Jepara.
Lok. Pulau Kaha Tola

Mempunyai panjang tubuh 70-85 cm, rentang sayap 178-218 cm dengan berat tubuh jantan 1,8 – 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Bagian atas berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan bagian bawah, kepala dan leher berwarna putih. Iris coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna abu-abu. Tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu. Saat terbang, ekornya yang pendek tampak berbentuk baji dan sayapnya terangangkat ke atas membentuk huruf V. Saat masih muda atau juvenile, berwarna coklat seperti elang bondol muda. Biasanya elang ini bertelur 1 - 2 butir.

TRINIL PANTAI (Tringa hypoleucos)
 Lok. Pulau Kaha Tola

Trinil Pantai (bahasa Latin = Actitis hypoleucos) adalah spesies burung dari keluarga Scolopacidae, dari genus Actitis. Burung ini merupakan jenis burung pemakan krustasea, serangga dan invertebrata lain yang memiliki habitat, diantaranya di gosong lumpur, beting pasir, pantai, sungai, sawah, tersebar sampai ketinggian 1.500 m dpl.Trinil Pantai memiliki tubuh berukuran agak kecil (20 cm) dan paruhnya pendek. Bagian atas coklat, bulu terbangnya kehitaman. Bagian bawah putih dengan bercak abu-abu coklat pada sisi dada. Alis matanya terdapat coretan hitam yang melewati mata.

Ciri khas waktu terbang adalah garis sayap putih, tunggir tidak putih, garis putih pada bulu ekor terluar. Iris coklat, paruh abu-abu gelap, kaki hijau zaitun pucat. Tidak kenal lelah, berjalan dengan menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola khas, melayang dengan sayap kaku.

NURI BAYAN (Eclectus Roratus)

Gambar: Dok. Pribadi, Gunung Tuanane, Pulau Moti



Nuri Bayan merupakan salah satu burung paruh bengkok yang asli Indonesia. Burung Nuri Bayan pun termasuk salah satu burung yang dilindungi di Indonesia, baik berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

Nama latin burung dari famili Psittacidae (parrot) ini adalah Eclectus roratus (Müller, 1776). Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Eclectus Parrot, Grand Eclectus Parrot, King Parrot, Red-sided Eclectus Parrot, atau Kalanga. Sedangkan di Indonesia mempunyai beberapa sebutan lokal seperti Kaka Moro, Kaka Wandala (Sumba), Karea (Buru), Sopies (Membramo), dan Gatala ijo, Ubu (Bacan) Maluku Utara.

Burung Nuri Bayan atau Eclectus Parrot (Eclectus roratus) berukuran sedang. Panjang tubuh sekitar 38 cm dengan berat badan 375 – 550 gram. Salah satu yang unik dari ciri fisik burung Nuri Bayan adalah perbedaan mencolok pada warna bulu antara burung jantan dan betina. Burung Nuri Bayan jantan didominasi oleh bulu berwarna tubuh hijau, dengan kedua sisi perut dan sayap berwarna merah, warna biru pada bawah sayap,  paruh jingga kemerahan dengan ujung paruh kuning, dan kaki abu-abu kehitaman. Sedangkan burung Nuri Bayan betina didominasi oleh bulu berwarna merah, bulu dada, punggung, dan sayap bagian bawah biru keunguan, paruh hitam. Sayap panjang dan membundar sedangkan ekor menyegi.
Suara burung Nuri Bayan berupa kuakan tunggal serupa nada “graaah” yang keras, parau dan meninggi serta suara “kedek-kedek” yang berirama. Burung asli Indonesia ini tergolong sebagai paruh bengkok yang pandai dalam menirukan suara. Layaknya burung Beo dan Kakatua, Nuri Bayan pintar menirukan suara-suara di sekelilingnya.

Memakan biji-bijian dan buah-buahan yang terdapat di hutan. Saat siang lebih sering terlihat sendirian atau berpasangan namun ketika malam bergabung dalam kelompok yang terdiri hingga belasan individu dalam sarang komunal. Sarang berupa lubang di dalam pohon. Sang Betina umumnya bertelur dan menetaskan dua butir telur dalam sekali musim perkawinan.

Diskripsi Fisik dan Perilaku Burung Nuri Bayan


Burung Nuri Bayan (Eclectus roratus) unik, jantan dan betinanya memiliki bulu yang berbeda. Burung Nuri Bayan jantan memiliki bulu yang didominasi warna hijau, sedangkan Nuri Bayan betina berbulu merah. Perbedaan mencolok pada warna bulu ini pernah membuat para ahli burung menganggapnya sebagai dua spesies yang berbeda.
Selain perbedaan bulunya yang mencolok, burung Nuri Bayan (Eclectus roratus) dikenal dengan beberapa kebiasaan unik lainnya semisal kebiasaan selingkuh (berganti pasangan) yang berbeda dengan kebiasaan burung paruh bengkok lainnya yang umumnya setia terhadap pasangan. Juga kecenderungan induk membunuh anak jantan saat merasa terancam.

Persebaran, Ras, Populasi, dan Konservasi Nuri Bayan


Burung Nuri Bayan merupakan burung asli Indonesia yang secara alami tersebar di Indonesia, Papua Nugini, Australia, dan Kepulauan Solomon. Di Indonesia burung paruh bengkok yang dilindungi ini bisa dijumpai di Pulau Papua, pulau-pulau di Kepulauan Maluku, dan Pulau Sumba (Nusa Tenggara Timur).
Sedikitnya terdapat sembilan supspesies atau ras Nuri Bayan yang dikenal. Kesembilan supspesies tersebut adalah :
  • Eclectus roratus aruensis G. R. Gray, 1858; mendiami Kepulauan Aru.
  • Eclectus roratus biaki (Hartert, 1932); mendiami Pulau Biak.
  • Eclectus roratus cornelia Bonaparte, 1850; mendiami Pulau Sumba (NTT)
  • Eclectus roratus macgillivrayi Mathews, 1913; mendiami ujung utara Queensland (Australia)
  • Eclectus roratus polychloros (Scopoli, 1786); mendiami Pulau Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
  • Eclectus roratus riedeli A. B. Meyer, 1882; mendiami Kepulauan Tanimbar.
  • Eclectus roratus roratus (Statius Muller, 1776); Kepulauan Maluku bagian selatan.
  • Eclectus roratus solomonensis Rothschild & Hartert, 1901; mendiami Kepulauan Admiralty, Kepulauan Bismarck dan Kepulauan Solomon
  • Eclectus roratus vosmaeri (Rothschild, 1922); mendiami kepulauan Maluku bagian tengah dan utara.
Populasinya tidak diketahui secara pasti, namun untuk subspesies E. r. cornelia diperkirakan masih sekitaran 1.900 ekor burung dewasa, sedangkan populasi secara global diprediksi di atas 10.000 ekor. Populasinya memang mengalami penurunan meskipun laju penurunan kurang dari 30% dalam 10 tahun terakhir. Dengan pertimbangan tersebut, ditambah luasnya daerah persebaran (mencapai 1.690.000 km2), IUCN Redlist ‘hanya’ memasukkannya dalam kategori “Least Concern”.

Oleh CITES, perdagangan burung Nuri Bayan diklasifikasikan dalam daftar Appendix II. Sedangkan oleh pemerintah Indonesia, keberadaan burung Nuri Bayan dilindungi (ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Sehingga izin pemeliharaan dan jual-beli hewan ini diatur ketat dan hanya diperbolehkan pada individu-indivu hasil penangkaran belaka. Dan penagkapan serta perburuan di habitat aslinya dilarang.
Klasifikasi Ilmiah Nuri Bayan. Kerajaan : Animalia. Filum : Chordata. Kelas : Aves. Ordo : Passeriformes. Famili : Psittacidae. Genus : Eclectus. Spesies: Eclectus roratus (Müller, 1776).


GAGAK ORRU (Corvus Orru).
Gagak Orru atau Torresian Crow (Suku Corvidae) adalah gagak berukuran besar (45 cm).Seluruh tubuh berwarna hitam.Iris mata putih.
Sepintas bentuknya mirip dengan Gagak Halmahera hanya saja ukuran tubuhnya lebih kecil.Paruh juga lebih kecil, lebih pendek dan lebih melengkung dibandingkan paruh Gagak Halmahera.
Gagak Orru merupakan jenis gagak yang terspesialisasi untuk hidup di daerah pesisir, pulau-pulau kecil dan dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Bersifat omnivor dan oportunis dengan memakan apa saja termasuk sampah sisa makanan.
Makanannya berupa biji-bijian, inverteberata, Burung kecil, ikan, bangkai, telur dan anakan, buah-buahan dan sesekali nektar bunga. Di Australia burung ini berbiak sepanjang musim.

Gambar: Dok. Pribadi, Kaki Gunung Tuanane, Pulau Moti


Gagak Orru bersarang di pohon yang tinggi, sarang tersusun dari jalinan ranting dan rumput.Kedua induknya membangun sarang dan memberi makan anakannya.Jumlah telur biasanya 2-4 butir per periode berbiak.
Gagak ini sering terbang dalam kelompok. Suaranya sangat keras, parau, provokatif, bikin ill feel dan sangat menjengkelkan. Suaranya terdiri dari nada Kaak ! Kaak ! Kaaaaaaaooooooowwww yang bervariasi dan berulang-ulang.
Gagak Orru tersebar luas, mulai dari Maluku,  Papua dan pulau-pulau satelitnya (kecuali kepulauan Aru), hingga Australia. Gagak ini terdiri dari tiga sub-spesies, dengan daerah persebaran:
  • orru (Bonaparte, 1850): Maluku ke timur sampai Pulau Papua, termasuk kepulauan D’Entrecasteaux dan Louisiade Kepulauan.
  • latirostris (A. B. Meyer, 1884): Babar dan Kepulauan Tanimbar (di bagian timur Sunda Kecil).
  • cecilae (Mathews, 1912): Australia barat, tengah, dan utara, termasuk pulau-pulau utama di sepanjang pantainya.
Gagak Orru memiliki populasi yang melimpah dan tersebar luas sehingga oleh IUCN dikategorikan beresiko rendah dari kepunahan (Least Concern).Burung ini juga tidak terdaftar dalam Appendiks CITES dan tidak termasuk satwa yang dilindungi Undang-Undang.
Referensi:
Untuk mendengarkan suara atau melihat gambar yang lebih jelas dari jenis burung yang diuraikan di atas, kami rekomendasikan untuk mengunjungi Website: http://www.kutilang.or.id

KEPUDANG SUNGU KARTULA (Coracina Papuensis), White-bellied Cuckooshrike
Gambar: Dok. Pribadi, Kaki Gunung Tuanane, Pulau Moti

Deskripsi
Berukuran sedang (25 cm). Pucat abu-abu dengan tenggorokan, dada, dan perut keputih-putihan, dan bertopeng hitam kecil. Remaja bertotol kusam di tubuh bagian bawah dan dada.
Suara
Bunyi “whee-eeyu” atau “wee-yeer” lemah, memekik, memelas, dan mengalir agak seperti nuri, suara diulang-ulang. Juga campuran nada lebih panjang yang kualitasnya sama, seperti suara lonceng terkena angin.
Penyebaran dan ras
Terdiri dari 14 sub-spesies, dengan daerah persebaran:
  • papuensis (J. F. Gmelin, 1788) – Maluku utara (Morotai dan Halmahera ke selatan sampai Obi), Kep. Papua barat (Waigeo, Salawati, Misool, Batanta), Papua bagian barat dan utara (termasuk P. Yapen), Sunda Kecil (Kisar, Luang, Sermata) dan Kep. Kai.
  • timorlaoensis A. B. Meyer, 1884 – Kep. Tanimbar.
  • angustifrons (Sharpe, 1878) – Papua bagian tengah sampai tenggara.
  • intermedia Rothschild, 1931 – Papua bagian tengah-selatan.
  • louisiadensis (Hartert, 1898) – Kep. Louisiade.
  • oriomo Mayr & Rand, 1936 – Papua bagian selatan (Trans-Fly), kepulauan di Terusan Torres dan Australia timur-laut (Semenanjung Cape York).
  • apsleyi Mathews, 1912 – pesisir utara Australia (P. Melville, Semenanjung Cobourg dan pesisir Teluk Van Diemen).
  • hypoleuca (Gould, 1848) – pesisir utara Australia (Kimberley ke timur sampai Teluk Carpentaria); burung dewasa tidak berbiak juga dapat ditemukan di Kep. Kai dan Kep. Aru.
  • artamoides Schodde & Mason, 1999 – Australia timur (Queensland timur-laut ke selatan sampai New South Wales timur-laut).
  • robusta (Latham, 1801) – pesisir tenggara Australia; dewasa tidak berbiak masih dapat ditemukan di New South Wales dan Queensland selatan.
  • sclaterii (Salvadori, 1878) – Gugus Kepulauan Bismarck.
  • perpallida Rothschild & Hartert, 1916 – Kep. Solomon utara (Bougainville, Choiseul, Santa Isabel, Florida).
  • elegans (E. P. Ramsay, 1881) – Kep. Solomon bagian tengah dan selatan (Kep. New Georgia ke selatan sampai Guadalcanal).
  • eyerdami Mayr, 1931 – P. Malaita (Kep. Solomon tenggara).
Tempat hidup dan Kebiasaan
Tersebar di seluruh dataran rendah dan kawasan tinggi tertentu. Di sawana, kawasan hutan terbuka, hutan pantai, mangrove, serta kawasan urban. Memasuki beberapa kawasan dataran tinggi di habitat yang terganggu. Sendirian, atau dalam kelompok kecil, mengumpulkan serangga sedikit demi sedikit dari dedaunan, kadang menyerang mendadak. Paling sering terlihat ketika terbang. Cara terbang jelas naik turun, mengepakkan sayap untuk mencapai ketinggian, kemudian melayang, sambil menahan sayapnya dengan kaku ke arah bawah. Ketika bertengger, suka memperagakan kibasan sayapnya dengan berlebih-lebihan.
Status
Daftar merah IUCN : Resiko Rendah (LC)
Perdagangan internasional : -
Perlindungan : -

JULANG PAPUA (Rhyticeros plicatus)
 Gambar: Dok. Pribadi, Desa Daori, Pulau Makian


Julang Papua atau Blyth’s Hornbill (Suku Bucerotidae) mungkin termasuk salah satu burung berukuran paling besar dan paling menarik di Halmahera.Tubuh dapat mencapai ukuran 76-91 cm. Bulu didominasi warna hitam dengan ekor putih. Paruh berukuran sangat besar berwarna kuning. Pada jantan, leher berwarna coklat kekuningan dengan kantung penyimpan biji berwarna putih. Pada betina hampir seluruh tubuhnya berwarna hitam kecuali ekor yang berwarna putih.

Habitat utama Julang Papua berupa kanopi hutan pamah, hutan perbukitan, hutan rawa, dan hutan terbuka, dari ketinggian permukaan laut sampai 500 m. Burung ini sering bergerombol dan bersuara ribut. Mencari buah-buahan, serangga besar, dan vertebrata kecil untuk dimakan. Umur dapat dideterminasi dari jumlah keriput pada tanduk di atas paruh, dengan satu lipatan bertambah satu tahun, sampai umur sekitar enam tahun, pada saat keriput pertama mulai patah.

Populasi Julang Papua lumayan besar dan cukup mudah ditemukan di Halmahera. Salah satu momen paling berkesan yang dirasakan penulis adalah saat sepasang Julang Papua terbang melintas di atas kepala. Suara kepakan sayapnya yang berat menderu terdengar keras sekali. Whoop whoop whoop whoop. Sepasang burung ini kemudian hinggap di kawasan hutan yang lebat, setelah sebelumnya terbang menyeberang, melewati lahan terbuka yang cukup luas, di mana penulis sedang berdiri untuk memotret. Saat akhir musim hujan di bulan April-Mei, Julang Papua memasuki musim kawin dan sering ditemukan bertengger berpasang-pasangan. Burung ini terbang dengan riang, saling berkejaran dan melompat dari satu dahan ke dahan yang lain di atas tajuk hutan yang tinggi. Julang Papua termasuk burung yang setia dan hanya berbiak dengan satu pasangan saja hingga akhir hayatnya.

Perilaku bersarang Julang Papua tergolong sangat unik. Saat mengeram, burung betina akan diisolasi dalam lubang besar yang terdapat pada batang pohon tua.Lubang ini biasanya merupakan bekas sarang burung pelatuk atau lubang yang terjadi secara alami. Pintu masuk lubang disegel dengan lumpur, kotoran dan material lainnya.Kondisi gelap di dalam lubang, memicu aktifnya hormon tertentu sehingga betina mengalami gugur bulu (moulting). Bulu yang rontok ini membuat sarang lebih hangat dan nyaman.

Sarang hanya menyisakan lubang kecil di pintu masuk untuk melewatkan buah ara yang diberikan pejantan kepada betina dengan paruhnya. Betina baru akan keluar dari lubang pohon, setelah sarang dirasa terlalu sempit bagi induk dan anaknya.

Julang Papua tersebar luas mulai dari Maluku, Papua hingga Kepulauan Solomon. Burung ini dibagi menjadi 6 ras (sub-spesies) berdasarkan daerah sebarannya, yaitu:
  • R. p. plicatus (Forster, 1781) – Maluku Selatan
  • R. p. ruficollis (Vieillot, 1816) – Maluku Utara hingga Papua Nugini.
  • R. p. jungei Mayr, 1937 – Papua Niugini bagian timur. Bagian paling barat dibatasi Sungai Fly
  • R. p. dampieri Mayr, 1934 –Kepulauan Bismarck
  • R. p. harterti Mayr, 1934 –Kepulauan Bougainville dan Pulau Buka
  • R. p. mendanae Hartert, 1924 –Kepulauan Solomon
Populasi Julang Papua juga masih cukup banyak. IUCN menggolongkan burung ini sebagai satwa yang masih beresiko rendah untuk punah (LC = Least Concern). Meskipun demikian, CITES memasukkan burung ini dalam Appendiks II sebagai satwa yang perdagangannya diatur secara khusus.
Pemerintah Indonesia memasukkan burung ini dalam daftar fauna yang dilindungi Undang-Undang (UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No 7.Tahun 1999).


UNCAL AMBON (Macropygia Amboinensis)
Uncal Ambon atau Slender-billed Cuckoo-dove (Suku Columbidae) berukuran agak besar (36 cm). Tubuh diselimuti bulu berwarna coklat susu. Tubuh bagian atas berwarna lebih gelap dari bagian bawah.
Sayap coklat gelap.Kepala dan leher burung jantan berbulu abu-abu merah jambu.Dagu kekuningan.Pada betina dan burung remaja semua bulunya berwarna coklat.
Suara Uncal Ambon sangat mirip Uncal besar, berupa serangkaian nada khas yang keras, terdiri dari teriakan dua suku yang menyambung naik: “woo-up woo-up woo-up…” diulang secara monoton dengan jarak waktu rata-rata enam suara tiap 10 detik.

 Gambar .Uncal Ambon jantan (Macropygia amboinensis). dok. pribadi. Lereng Gunung Gamalama

Habitat utama Uncal Ambon adalah hutan dataran rendah. Sering dijumpai sampai ketinggian 1800 mdpl, jarang sampai 2300 mdpl.
Hidup sendirian atau berpasangan, tetapi berkumpul bersama dalam kelompok kecil saat mencari makan di hutan, hutan sekunder, hutan rawa, semak, lahan budidaya, dan taman-taman.Memakan buah-buah kecil dan biji-bijian.

Meskipun menyandang nama Ambon, burung Uncal ini tersebar luas mulai dari Sulawesi hingga Kepulauan Bismarck dan Australia. Berdasarkan daerah sebaran dan ciri morfologinya, Uncal Ambon dibagi menjadi 15 sub-spesies.Uncal Ambon di Halmahera, Obi, Bacan dan Maluku Utara pada umumnya termasuk dalam ras batchianensis.
 
Uncal Ambon termasuk burung yang umum ditemukan dan memiliki daerah penyebaran yang sangat luas, sehingga IUCN menggolongkan burung ini beresiko rendah untuk punah dalam waktu dekat (Least Concern).
Burung ini juga tidak masuk dalam Appendiks CITES dan tidak termasuk jenis burung yang dilindungi di Indonesia.



KAPASAN HALMAHERA (Lalage Aurea)
Kapasan Halmahera (Suku Campephagidae) termasuk jenis burung berukuran kecil dengan panjang tubuh sekitar 18 cm. Burung ini termasuk spesies endemik Maluku Utara dengan daerah sebaran meliputi: Morotai, Halmahera, Ternate, Kayoa, Bacan, Kasiruta dan Obi.
Kapasan Halmahera sangat mudah dibedakan dari spesies Kapasang yang lain dari warna bulu di bagian perut yang didominasi warna merah karat kecoklatan. Dalam Bahasa Inggris burung ini disebut Rufous-bellied Triller.


 Gambar. Kapasan Halmahera (Lalage Aurea). dok. pribadi. Lereng Gunung Tuguaer, Jailolo

Populasi Kapasan Halmahera relatif banyak dan mudah ditemukan.Habitatnya berupa hutan primer dan sekunder.Hutan terbuka hingga pesisir dan mangrove.Dari ketinggian 0-500 m. Burung liar tergolong jinak dan mudah didekati untuk dipotret.Sering ditemukan terbang dan berloncatan diantara ranting-ranting perdu.
Kapasan Halmahera menggemari buah, ulat dan serangga sebagai makanannya.Jantan bersuara keras dan merdu Chiif chiif deet deet deet.Sedangkan betina jarang bersuara.

Burung jantan memiliki muka lebih gelap dan aktif berkicau.Burung betina lebih pasif dengan warna bulu lebih suram.Bulu di punggung, mahkota dan pipi berwarna abu-abu.
Kapasan Halmahera umumnya terbang sendirian atau berkelompok di sekitar daerah tepi hutan pantai.Burung ini termasuk spesies endemik yang hanya ditemukan di Maluku Utara.
Kapasan Halmahera tidak termasuk dalam daftar Apendiks CITES dan memiliki populasi yang masih melimpah di habitatnya sehingga dikategorikan beresiko rendah untuk terancam punah (Least Concern) oleh IUCN.


ELANG BONDOL (Haliastur Indus).
Elang Bondol termasuk salah satu jenis burung pemangsa yang paling umum dan tersebar luas di Indonesia.Berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang.Dinamakan Elang Bondol karena warna dan penampilan burung ini mirip burung bondol (pipit/emprit) terutama Bondol Haji atau Emprit Kaji Lonchura maja.

Elang dewasa memiliki ciri: kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor, dan perut coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam. Seluruh tubuh renaja kecoklatan dengan coretan pada dada.Warna berubah menjadi putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga.

Suara Elang Bondol berupa jeritan bernada meringkik iiuw-wir-r-r-r-r saat terbang berpasangan.Memekik keras piiiii-yah ketika mengejar pendatang atau penyusup yang memasuki daerah kekuasaannya.Elang Bondol dikenal burung pemangsa yang agresif dalam mempertahankan daerah teritorialnya.  Pada satu kesempatan, penulis mendapati burung ini terbang berputar-putar secara menyolok di puncak bukit Pulau Pakal untuk mengusir Elang Laut yang mendekati sarangnya.

Daerah sebaran Elang Bondol mencakup daerah pantai di Asia Tenggara, Cina, dan Australia.Sedangkan di Indonesia dan India, masih dapat ditemukan di daerah pedalaman.
Burung yang umum dan tersebar di seluruh Indonesia, namun sudah jarang ditemui di Jawa dan Bali.
Habitat Elang Bondol terutama di sekitar pantai dan Pulau-pulau kecil di daerah tropis.Juga masih dapat ditemukan di lahan basah dan hutan dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang jauh dari pantai. Terdapat empat sub-spesies yang dikenal secara global:

 
Gambar. Elang Bondol (Haliastur Indus). dok. pribadi. Lereng Gunung Gamalama
  • indus (Boddaert, 1783) – Pakistan, India dan Sri Lanka, juga di Asia Tenggara dan China selatan.
  • intermedius Blyth, 1865 – Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, Sunda Kecil, Sulawesi beserta kepulauannya, Kep. Sula, serta Filipina.
  • girrenera (Vieillot, 1822) – Maluku, Papua, Gugus Kepulauan Bismarck dan Australia.
  • flavirostris Condon & Amadon, 1954 – Kep. Solomon
Biasanya sendirian, tetapi di daerah yang makanannya melimpah dapat membentuk kelompok sampai 35 individu. Ketika berada di sekitar sarang, sesekali memperlihatkan perilaku terbang naik dengan cepat diselingi gerakan menggantung di udara, kemudian menukik tajam dengan sayap terlipat dan dilakukan secara berulang-ulang.

Terbang rendah di atas permukaan air untuk berburu makanan, tetapi terkadang juga menunggu mangsa sambil bertengger di pohon dekat perairan, dan sesekali terlihat berjalan di permukaan tanah mencari semut dan rayap. Menyerang burung camar, dara laut, burung air besar, dan burung pemangsa lain yang lebih kecil untuk mencuri makanan.

Makanan sangat bervariasi.Di perairan diantaranya memakan kepiting, udang, dan ikan; juga memakan sampah dan ikan sisa tangkapan nelayan.Di daratan memangsa burung, anak ayam, serangga, dan mamalia kecil. Berbiak pada musim kemarau di daerah tropis, sekitar bulan Januari-Juli di Kalimantan, Mei-Oktober di Jawa dan Sulawesi.Bentuk sarang tidak rapi, tersusun atas patahan batang, rumput, daun, rumput laut, sisa makanan dan sampah.

Sarang terletak di bangunan atau percabangan pohon yang tersembunyi, 6-50 m dari permukaan tanah.Sedangkan di hutan mangrove, sarang hanya setinggi 2-8 m. Jumlah telur biasanya 2 (1-4 butir), dierami selama 28-35 hari.Anakan mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 40-56 hari, menjadi dewasa mandiri setelah 2 bulan kemudian.

Sebagaimana burung pemangsa lainnya, Elang Bondol termasuk jenis satwaliar yang dilindungi Undang-Undang (PP  No. 7/1999). Daerah sebaran yang luas dan jumlah yang masih banyak menyebabkan burung ini oleh IUCN dikategorikan beresiko rendah (LC) untuk punah.CITES memasukkan burung ini dalam Appendiks II sebagai jenis satwa yang masih dapat diperdagangkan secara internasional dengan aturan tertentu.


BRINJI EMAS (Ixos affinis).

Brinji Emas Ixos affinis, Thapsinillas affinis atau Alophoixus affinis termasuk spesies burung endemik Indonesia.Burung ini termasuk keluarga Kutilang (Suku Pycnonotidae) yang memiliki sebaran terbatas di sub-kawasan Sulawesi dan Maluku.
Berukuran cukup besar (21-26 cm).Tubuh bagian atas diselimuti bulu zaitun-kekuningan dan tubuh bagian bawah seluruhnya atau sebagian kuning.Iris coklat-tua hingga kemerahan atau jingga.Paruh berwarna keputih-putihan.Brinji Emas dikenal juga sebagai Golden Bulbul.


           Gambar. Brinji Emas Halmahera (Ixos Affinis). Dok. Pribadi, Lok. Binagara, Wasile Selatan

Endemik Indonesia atau hanya hidup di sub kawasan Sulawesi, Kepulauan Sula dan Maluku. Terdiri atas 9 sub-spesies, dengan daerah persebaran:
  • mysticalis (Wallace, 1863): Pulau Buru.
  • affinis (Hombron & Jacquinot, 1841): Pulau Seram. Memiliki bintik-kekang kuning, tubuh bagian bawah zaitun-kekuningan lebih terang, ujung bulu-bulu ekor luar kuning-terang lebar
  • flavicaudus (Bonaparte, 1850): Pulau Ambon. Sangat mirip dengan T. a. affinis.
  • longirostris (Wallace, 1863): Kepulauan Sula (Taliabu, Mangole dan Sanana)
  • platenae (Blasius, WH, 1888): Pulau Sangihe. Mirip dari T. a. longirostris tetapi memiliki bintik-kekang kuning-terang, coretan pada tangkai bulu bagian atas agak terang, dan sisi-sisinya zaitun
  • aureus (Walden, 1872): Kepulauan Togian. Warna bulu di tunggir lebih kuning dari T. a. longirostris dan bulu bagian bawah kuning-keemasan
  • harterti (Stresemann, 1912): Kepulauan Banggai (Peleng, Banggai, Labobo dan Banda). Warna bulu dada lebih zaitun dari T. a. longirostris
  • chloris (Finsch, 1867): Pulau Morotai,  Halmahera, Bacan dan Kasiruta. Bulu tubuh bagian atas, dada, dan sisi-sisinya lebih hijau, kekang dan bulu bagian bawah mata agak gelap.
  • lucasi (Hartert, E, 1903): Pulau Obi. Warna bulu-bulunya lebih terang dan lebih kuning dari T. a. chloris, serta memiliki warna bintik-kekang kuning keemasan
Brinji Emas menyukai daerah terbuka dengan pohon yang tidak terlalu tinggi seperti daerah pantai dan tepi hutan yang didominasi tumbuhan semak-perdu.IUCN memasukkan Brinji Emas dalam kategori beresiko rendah terancam punah (Least Concern).Burung ini tidak masuk daftar Appendiks CITES dan tidak masuk spesies yang dilindungi di Indonesia.

PERLING MALUKU (Aplonys Mysolensis).
Perling Maluku (Suku Sturnidae) termasuk jenis burung yang cukup umum di Maluku Utara.Berukuran sedang (20 cm) dengan ekor berbentuk baji.Seluruh bulunya berwarna kehijauan mengkilap; iris mata merah-kusam.Tubuh bagian bawah burung muda berwarna putih berbintik hitam.

Perling Maluku menyukai habitat terbuka berupa bekas hutan yang telah di tebang, semak belukar, hutan mangrove, hutan pantai dan tepian sungai.Hidup dalam kelompok kecil, menghuni semak dan tepi hutan yang ada di pulau-pulau kecil. Memakan buah-buhan, mungkin juga memakan serangga dan nektar.

Biasanya mencari makan secara berkelompok terlihat bergabung dengan Jalak ungu, meskipun kadang berpasang atau sendirian.Bersarang bersama koloni sampai 50 pasang lebihan dalam lubang-lubang pohon yang telah mati.



               Gambar 5. Perling Maluku (Aplonys Mysolensis). Lok Lereng Gunung Gamalama


Salah satu ciri khas dari keluarga burung Jalak ini adalah matanya yang berwarna merah menyala sehingga oleh masyarakat setempat dikenal dengan sebutan “burung mata merah”.Burung ini bersifat omnivor dengan memakan buah dan serangga.

Perling Maluku tersebar luas, mulai dari Kepulauan Banggai dan Kepulauan Sula, di ujung timur Sulawesi; Morotai, Halmahera, Ternate, Bacan, Obi, Buru, Seram, Ambon, Haruku dan Saparua, di Maluku; dan di kelompok Pulau Papua Barat; meliputi Gebe, Ajoe, Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya.
. Berdasarkan sebaran dan ciri fisiknya, Perling Maluku dibagi menjadi 2 ras, yaitu:
  • mysolensis (G. R. Gray, 1862): Pulau-pulau kecil di Maluku dan Papua
  • sulaensis (Sharpe, 1890): Kepulauan Banggai (Peleng dan Banggai) dan Kepulauan Sula (Taliabu, Seho, Mangole, dan Sanana)
Perling Maluku tidak termasuk dalam daftar Apendiks CITES dan dikategorikan beresiko rendah (Least Concern) oleh IUCN. Burung ini juga tidak masuk dalam daftar flora dan fauna yang dilindungi di Indonesia. Populasi di Halmahera cenderung menurun akibat konversi habitat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar