NURI BAYAN (Eclectus Roratus)
Nuri Bayan merupakan salah satu burung paruh bengkok yang asli Indonesia. Burung Nuri Bayan pun termasuk salah satu burung yang dilindungi di Indonesia, baik berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.
Nama latin burung dari famili Psittacidae (parrot) ini adalah Eclectus roratus (Müller, 1776). Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Eclectus Parrot, Grand Eclectus Parrot, King Parrot, Red-sided Eclectus Parrot, atau Kalanga. Sedangkan di Indonesia mempunyai beberapa sebutan lokal seperti Kaka Moro, Kaka Wandala (Sumba), Karea (Buru), Sopies (Membramo), dan Gatala ijo, Ubu (Bacan) Maluku Utara.
Burung Nuri Bayan atau Eclectus Parrot (Eclectus roratus) berukuran sedang. Panjang tubuh sekitar 38 cm dengan berat badan 375 – 550 gram. Salah satu yang unik dari ciri fisik burung Nuri Bayan adalah perbedaan mencolok pada warna bulu antara burung jantan dan betina. Burung Nuri Bayan jantan didominasi oleh bulu berwarna tubuh hijau, dengan kedua sisi perut dan sayap berwarna merah, warna biru pada bawah sayap, paruh jingga kemerahan dengan ujung paruh kuning, dan kaki abu-abu kehitaman. Sedangkan burung Nuri Bayan betina didominasi oleh bulu berwarna merah, bulu dada, punggung, dan sayap bagian bawah biru keunguan, paruh hitam. Sayap panjang dan membundar sedangkan ekor menyegi.
Suara burung Nuri Bayan berupa
kuakan tunggal serupa nada “graaah” yang keras, parau dan meninggi serta suara
“kedek-kedek” yang berirama. Burung asli Indonesia ini tergolong sebagai paruh
bengkok yang pandai dalam menirukan suara. Layaknya burung Beo dan Kakatua,
Nuri Bayan pintar menirukan suara-suara di sekelilingnya.
Memakan biji-bijian dan buah-buahan yang terdapat di hutan. Saat siang lebih sering terlihat sendirian atau berpasangan namun ketika malam bergabung dalam kelompok yang terdiri hingga belasan individu dalam sarang komunal. Sarang berupa lubang di dalam pohon. Sang Betina umumnya bertelur dan menetaskan dua butir telur dalam sekali musim perkawinan.
Diskripsi Fisik dan Perilaku Burung Nuri Bayan
Burung
Nuri Bayan (Eclectus roratus)
unik, jantan dan betinanya memiliki bulu yang berbeda. Burung Nuri Bayan jantan
memiliki bulu yang didominasi warna hijau, sedangkan Nuri Bayan betina berbulu
merah. Perbedaan mencolok pada warna bulu ini pernah membuat para ahli burung
menganggapnya sebagai dua spesies yang berbeda.
Selain perbedaan bulunya yang mencolok, burung
Nuri Bayan (Eclectus roratus) dikenal dengan beberapa kebiasaan unik lainnya
semisal kebiasaan selingkuh (berganti pasangan) yang berbeda dengan kebiasaan
burung paruh bengkok lainnya yang umumnya setia terhadap pasangan. Juga
kecenderungan induk membunuh anak jantan saat merasa terancam.
Persebaran, Ras, Populasi, dan Konservasi Nuri Bayan
Burung Nuri Bayan merupakan burung asli Indonesia
yang secara alami tersebar di Indonesia, Papua Nugini, Australia, dan Kepulauan
Solomon. Di Indonesia burung paruh bengkok yang dilindungi ini bisa dijumpai di
Pulau Papua, pulau-pulau di Kepulauan Maluku, dan Pulau Sumba (Nusa Tenggara
Timur).
Sedikitnya terdapat sembilan supspesies atau ras
Nuri Bayan yang dikenal. Kesembilan supspesies tersebut adalah :
- Eclectus roratus aruensis G. R. Gray, 1858; mendiami Kepulauan Aru.
- Eclectus roratus biaki (Hartert, 1932); mendiami Pulau Biak.
- Eclectus roratus cornelia Bonaparte, 1850; mendiami Pulau Sumba (NTT)
- Eclectus roratus macgillivrayi Mathews, 1913; mendiami ujung utara Queensland (Australia)
- Eclectus roratus polychloros (Scopoli, 1786); mendiami Pulau Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
- Eclectus roratus riedeli A. B. Meyer, 1882; mendiami Kepulauan Tanimbar.
- Eclectus roratus roratus (Statius Muller, 1776); Kepulauan Maluku bagian selatan.
- Eclectus roratus solomonensis Rothschild & Hartert, 1901; mendiami Kepulauan Admiralty, Kepulauan Bismarck dan Kepulauan Solomon
- Eclectus roratus vosmaeri (Rothschild, 1922); mendiami kepulauan Maluku bagian tengah dan utara.
Populasinya tidak diketahui secara pasti, namun
untuk subspesies E. r. cornelia diperkirakan masih sekitaran 1.900
ekor burung dewasa, sedangkan populasi secara global diprediksi di atas 10.000
ekor. Populasinya memang mengalami penurunan meskipun laju penurunan kurang
dari 30% dalam 10 tahun terakhir. Dengan pertimbangan tersebut, ditambah
luasnya daerah persebaran (mencapai 1.690.000 km2), IUCN Redlist ‘hanya’
memasukkannya dalam kategori “Least Concern”.
Oleh CITES, perdagangan burung Nuri Bayan diklasifikasikan dalam daftar Appendix II. Sedangkan oleh pemerintah Indonesia, keberadaan burung Nuri Bayan dilindungi (ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Sehingga izin pemeliharaan dan jual-beli hewan ini diatur ketat dan hanya diperbolehkan pada individu-indivu hasil penangkaran belaka. Dan penagkapan serta perburuan di habitat aslinya dilarang.
Klasifikasi Ilmiah Nuri Bayan.
Kerajaan : Animalia. Filum : Chordata. Kelas : Aves. Ordo : Passeriformes.
Famili : Psittacidae. Genus : Eclectus. Spesies: Eclectus roratus
(Müller, 1776).
GAGAK
ORRU (Corvus Orru).
Gagak
Orru atau Torresian Crow (Suku Corvidae) adalah gagak berukuran besar
(45 cm).Seluruh tubuh berwarna hitam.Iris mata putih.
Sepintas
bentuknya mirip dengan Gagak Halmahera hanya saja ukuran tubuhnya lebih
kecil.Paruh juga lebih kecil, lebih pendek dan lebih melengkung dibandingkan
paruh Gagak Halmahera.
Gagak
Orru merupakan jenis gagak yang terspesialisasi untuk hidup di daerah pesisir,
pulau-pulau kecil dan dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Bersifat
omnivor dan oportunis dengan memakan apa saja termasuk sampah sisa makanan.
Makanannya
berupa biji-bijian, inverteberata, Burung kecil, ikan, bangkai, telur dan
anakan, buah-buahan dan sesekali nektar bunga. Di Australia burung ini berbiak
sepanjang musim.
Gambar: Dok. Pribadi, Kaki Gunung Tuanane, Pulau
Moti
Gagak Orru bersarang di pohon yang tinggi, sarang tersusun dari jalinan ranting dan rumput.Kedua induknya membangun sarang dan memberi makan anakannya.Jumlah telur biasanya 2-4 butir per periode berbiak.
Gagak
ini sering terbang dalam kelompok. Suaranya sangat keras, parau, provokatif,
bikin ill feel dan sangat menjengkelkan. Suaranya terdiri dari nada Kaak
! Kaak ! Kaaaaaaaooooooowwww yang bervariasi dan berulang-ulang.
Gagak
Orru tersebar luas, mulai dari Maluku, Papua dan pulau-pulau satelitnya
(kecuali kepulauan Aru), hingga Australia. Gagak ini terdiri dari tiga
sub-spesies, dengan daerah persebaran:
- orru (Bonaparte, 1850): Maluku ke timur sampai Pulau Papua, termasuk kepulauan D’Entrecasteaux dan Louisiade Kepulauan.
- latirostris (A. B. Meyer, 1884): Babar dan Kepulauan Tanimbar (di bagian timur Sunda Kecil).
- cecilae (Mathews, 1912): Australia barat, tengah, dan utara, termasuk pulau-pulau utama di sepanjang pantainya.
Gagak
Orru memiliki populasi yang melimpah dan tersebar luas sehingga oleh IUCN
dikategorikan beresiko rendah dari kepunahan (Least Concern).Burung ini
juga tidak terdaftar dalam Appendiks CITES dan tidak termasuk satwa yang
dilindungi Undang-Undang.
Referensi:
Untuk
mendengarkan suara atau melihat gambar yang lebih jelas dari jenis burung yang
diuraikan di atas, kami rekomendasikan untuk mengunjungi Website: http://www.kutilang.or.id
KEPUDANG SUNGU KARTULA (Coracina Papuensis), White-bellied Cuckooshrike
Gambar:
Dok. Pribadi, Kaki Gunung Tuanane, Pulau Moti
Deskripsi
Berukuran sedang (25 cm). Pucat abu-abu dengan tenggorokan, dada, dan perut keputih-putihan, dan bertopeng hitam kecil. Remaja bertotol kusam di tubuh bagian bawah dan dada.
Berukuran sedang (25 cm). Pucat abu-abu dengan tenggorokan, dada, dan perut keputih-putihan, dan bertopeng hitam kecil. Remaja bertotol kusam di tubuh bagian bawah dan dada.
Suara
Bunyi “whee-eeyu” atau “wee-yeer” lemah, memekik, memelas, dan mengalir agak seperti nuri, suara diulang-ulang. Juga campuran nada lebih panjang yang kualitasnya sama, seperti suara lonceng terkena angin.
Bunyi “whee-eeyu” atau “wee-yeer” lemah, memekik, memelas, dan mengalir agak seperti nuri, suara diulang-ulang. Juga campuran nada lebih panjang yang kualitasnya sama, seperti suara lonceng terkena angin.
Penyebaran
dan ras
Terdiri
dari 14 sub-spesies, dengan daerah persebaran:
- papuensis (J. F. Gmelin, 1788) – Maluku utara (Morotai dan Halmahera ke selatan sampai Obi), Kep. Papua barat (Waigeo, Salawati, Misool, Batanta), Papua bagian barat dan utara (termasuk P. Yapen), Sunda Kecil (Kisar, Luang, Sermata) dan Kep. Kai.
- timorlaoensis A. B. Meyer, 1884 – Kep. Tanimbar.
- angustifrons (Sharpe, 1878) – Papua bagian tengah sampai tenggara.
- intermedia Rothschild, 1931 – Papua bagian tengah-selatan.
- louisiadensis (Hartert, 1898) – Kep. Louisiade.
- oriomo Mayr & Rand, 1936 – Papua bagian selatan (Trans-Fly), kepulauan di Terusan Torres dan Australia timur-laut (Semenanjung Cape York).
- apsleyi Mathews, 1912 – pesisir utara Australia (P. Melville, Semenanjung Cobourg dan pesisir Teluk Van Diemen).
- hypoleuca (Gould, 1848) – pesisir utara Australia (Kimberley ke timur sampai Teluk Carpentaria); burung dewasa tidak berbiak juga dapat ditemukan di Kep. Kai dan Kep. Aru.
- artamoides Schodde & Mason, 1999 – Australia timur (Queensland timur-laut ke selatan sampai New South Wales timur-laut).
- robusta (Latham, 1801) – pesisir tenggara Australia; dewasa tidak berbiak masih dapat ditemukan di New South Wales dan Queensland selatan.
- sclaterii (Salvadori, 1878) – Gugus Kepulauan Bismarck.
- perpallida Rothschild & Hartert, 1916 – Kep. Solomon utara (Bougainville, Choiseul, Santa Isabel, Florida).
- elegans (E. P. Ramsay, 1881) – Kep. Solomon bagian tengah dan selatan (Kep. New Georgia ke selatan sampai Guadalcanal).
- eyerdami Mayr, 1931 – P. Malaita (Kep. Solomon tenggara).
Tempat
hidup dan Kebiasaan
Tersebar
di seluruh dataran rendah dan kawasan tinggi tertentu. Di sawana, kawasan hutan
terbuka, hutan pantai, mangrove, serta kawasan urban. Memasuki beberapa kawasan
dataran tinggi di habitat yang terganggu. Sendirian, atau dalam kelompok kecil,
mengumpulkan serangga sedikit demi sedikit dari dedaunan, kadang menyerang
mendadak. Paling sering terlihat ketika terbang. Cara terbang jelas naik turun,
mengepakkan sayap untuk mencapai ketinggian, kemudian melayang, sambil menahan
sayapnya dengan kaku ke arah bawah. Ketika bertengger, suka memperagakan
kibasan sayapnya dengan berlebih-lebihan.
Status
Daftar merah IUCN : Resiko Rendah (LC)
Daftar merah IUCN : Resiko Rendah (LC)
Perdagangan
internasional : -
Perlindungan
: -
JULANG PAPUA (Rhyticeros plicatus)
Gambar:
Dok. Pribadi, Desa Daori, Pulau Makian
Julang
Papua atau Blyth’s Hornbill (Suku Bucerotidae) mungkin termasuk salah
satu burung berukuran paling besar dan paling menarik di Halmahera.Tubuh dapat
mencapai ukuran 76-91 cm. Bulu didominasi warna hitam dengan ekor putih. Paruh
berukuran sangat besar berwarna kuning. Pada
jantan, leher berwarna coklat kekuningan dengan kantung penyimpan biji berwarna
putih. Pada betina hampir seluruh tubuhnya berwarna hitam kecuali ekor yang
berwarna putih.
Habitat
utama Julang Papua berupa kanopi hutan pamah, hutan perbukitan, hutan rawa, dan
hutan terbuka, dari ketinggian permukaan laut sampai 500 m. Burung ini sering
bergerombol dan bersuara ribut. Mencari buah-buahan, serangga besar, dan
vertebrata kecil untuk dimakan. Umur
dapat dideterminasi dari jumlah keriput pada tanduk di atas paruh, dengan satu
lipatan bertambah satu tahun, sampai umur sekitar enam tahun, pada saat keriput
pertama mulai patah.
Populasi
Julang Papua lumayan besar dan cukup mudah ditemukan di Halmahera. Salah satu
momen paling berkesan yang dirasakan penulis adalah saat sepasang Julang Papua
terbang melintas di atas kepala. Suara
kepakan sayapnya yang berat menderu terdengar keras sekali. Whoop whoop whoop
whoop. Sepasang burung ini kemudian hinggap di kawasan hutan yang lebat,
setelah sebelumnya terbang menyeberang, melewati lahan terbuka yang cukup luas,
di mana penulis sedang berdiri untuk memotret. Saat
akhir musim hujan di bulan April-Mei, Julang Papua memasuki musim kawin dan
sering ditemukan bertengger berpasang-pasangan. Burung ini terbang dengan
riang, saling berkejaran dan melompat dari satu dahan ke dahan yang lain di
atas tajuk hutan yang tinggi. Julang
Papua termasuk burung yang setia dan hanya berbiak dengan satu pasangan saja
hingga akhir hayatnya.
Perilaku
bersarang Julang Papua tergolong sangat unik. Saat mengeram, burung betina akan
diisolasi dalam lubang besar yang terdapat pada batang pohon tua.Lubang ini
biasanya merupakan bekas sarang burung pelatuk atau lubang yang terjadi secara
alami. Pintu
masuk lubang disegel dengan lumpur, kotoran dan material lainnya.Kondisi gelap
di dalam lubang, memicu aktifnya hormon tertentu sehingga betina mengalami
gugur bulu (moulting). Bulu yang rontok ini membuat sarang lebih hangat
dan nyaman.
Sarang
hanya menyisakan lubang kecil di pintu masuk untuk melewatkan buah ara yang
diberikan pejantan kepada betina dengan paruhnya. Betina baru akan keluar dari
lubang pohon, setelah sarang dirasa terlalu sempit bagi induk dan anaknya.
Julang
Papua tersebar luas mulai dari Maluku, Papua hingga Kepulauan Solomon. Burung
ini dibagi menjadi 6 ras (sub-spesies) berdasarkan daerah sebarannya, yaitu:
- R. p. plicatus (Forster, 1781) – Maluku Selatan
- R. p. ruficollis (Vieillot, 1816) – Maluku Utara hingga Papua Nugini.
- R. p. jungei Mayr, 1937 – Papua Niugini bagian timur. Bagian paling barat dibatasi Sungai Fly
- R. p. dampieri Mayr, 1934 –Kepulauan Bismarck
- R. p. harterti Mayr, 1934 –Kepulauan Bougainville dan Pulau Buka
- R. p. mendanae Hartert, 1924 –Kepulauan Solomon
Populasi
Julang Papua juga masih cukup banyak. IUCN menggolongkan burung ini sebagai
satwa yang masih beresiko rendah untuk punah (LC = Least Concern).
Meskipun demikian, CITES memasukkan burung ini dalam Appendiks II sebagai satwa
yang perdagangannya diatur secara khusus.
Pemerintah
Indonesia memasukkan burung ini dalam daftar fauna yang dilindungi
Undang-Undang (UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No 7.Tahun 1999).
UNCAL AMBON (Macropygia Amboinensis)
Uncal
Ambon atau Slender-billed Cuckoo-dove (Suku Columbidae) berukuran agak
besar (36 cm). Tubuh diselimuti bulu berwarna coklat susu. Tubuh bagian atas
berwarna lebih gelap dari bagian bawah.
Sayap
coklat gelap.Kepala dan leher burung jantan berbulu abu-abu merah jambu.Dagu
kekuningan.Pada betina dan burung remaja semua bulunya berwarna coklat.
Suara
Uncal Ambon sangat mirip Uncal besar, berupa serangkaian nada khas yang keras,
terdiri dari teriakan dua suku yang menyambung naik: “woo-up woo-up woo-up…”
diulang secara monoton dengan jarak waktu rata-rata enam suara tiap 10 detik.
Gambar .Uncal Ambon jantan (Macropygia amboinensis). dok. pribadi. Lereng Gunung Gamalama
Habitat
utama Uncal Ambon adalah hutan dataran rendah. Sering dijumpai sampai ketinggian
1800 mdpl, jarang sampai 2300 mdpl.
Hidup
sendirian atau berpasangan, tetapi berkumpul bersama dalam kelompok kecil saat
mencari makan di hutan, hutan sekunder, hutan rawa, semak, lahan budidaya, dan
taman-taman.Memakan buah-buah kecil dan biji-bijian.
Meskipun
menyandang nama Ambon, burung Uncal ini tersebar luas mulai dari Sulawesi
hingga Kepulauan Bismarck dan Australia. Berdasarkan daerah sebaran dan ciri
morfologinya, Uncal Ambon dibagi menjadi 15 sub-spesies.Uncal Ambon di
Halmahera, Obi, Bacan dan Maluku Utara pada umumnya termasuk dalam ras batchianensis.
Uncal
Ambon termasuk burung yang umum ditemukan dan memiliki daerah penyebaran yang
sangat luas, sehingga IUCN menggolongkan burung ini beresiko rendah untuk punah
dalam waktu dekat (Least Concern).
Burung
ini juga tidak masuk dalam Appendiks CITES dan tidak termasuk jenis burung yang
dilindungi di Indonesia.
KAPASAN
HALMAHERA (Lalage Aurea)
Kapasan
Halmahera (Suku Campephagidae) termasuk jenis burung berukuran kecil dengan
panjang tubuh sekitar 18 cm. Burung ini termasuk spesies endemik Maluku Utara
dengan daerah sebaran meliputi: Morotai, Halmahera, Ternate, Kayoa, Bacan,
Kasiruta dan Obi.
Kapasan
Halmahera sangat mudah dibedakan dari spesies Kapasang yang lain dari warna
bulu di bagian perut yang didominasi warna merah karat kecoklatan. Dalam Bahasa
Inggris burung ini disebut Rufous-bellied Triller.
Gambar. Kapasan Halmahera (Lalage Aurea). dok. pribadi. Lereng Gunung Tuguaer, Jailolo
Populasi
Kapasan Halmahera relatif banyak dan mudah ditemukan.Habitatnya berupa hutan
primer dan sekunder.Hutan terbuka hingga pesisir dan mangrove.Dari ketinggian
0-500 m. Burung liar tergolong jinak dan mudah didekati untuk dipotret.Sering
ditemukan terbang dan berloncatan diantara ranting-ranting perdu.
Kapasan
Halmahera menggemari buah, ulat dan serangga sebagai makanannya.Jantan bersuara
keras dan merdu Chiif chiif deet deet deet.Sedangkan betina jarang
bersuara.
Burung
jantan memiliki muka lebih gelap dan aktif berkicau.Burung betina lebih pasif
dengan warna bulu lebih suram.Bulu di punggung, mahkota dan pipi berwarna
abu-abu.
Kapasan
Halmahera umumnya terbang sendirian atau berkelompok di sekitar daerah tepi
hutan pantai.Burung ini termasuk spesies endemik yang hanya ditemukan di Maluku
Utara.
Kapasan
Halmahera tidak termasuk dalam daftar Apendiks CITES dan memiliki populasi yang
masih melimpah di habitatnya sehingga dikategorikan beresiko rendah untuk
terancam punah (Least Concern) oleh IUCN.
ELANG
BONDOL (Haliastur Indus).
Elang
Bondol termasuk salah satu jenis burung pemangsa yang paling umum dan tersebar
luas di Indonesia.Berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat
pirang.Dinamakan Elang Bondol karena warna dan penampilan burung ini mirip
burung bondol (pipit/emprit) terutama Bondol Haji atau Emprit Kaji Lonchura
maja.
Elang
dewasa memiliki ciri: kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor, dan
perut coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam. Seluruh
tubuh renaja kecoklatan dengan coretan pada dada.Warna berubah menjadi putih
keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun
ketiga.
Suara
Elang Bondol berupa jeritan bernada meringkik iiuw-wir-r-r-r-r saat terbang
berpasangan.Memekik keras piiiii-yah ketika mengejar pendatang atau
penyusup yang memasuki daerah kekuasaannya.Elang
Bondol dikenal burung pemangsa yang agresif dalam mempertahankan daerah
teritorialnya. Pada satu kesempatan, penulis mendapati burung ini terbang
berputar-putar secara menyolok di puncak bukit Pulau Pakal untuk mengusir Elang
Laut yang mendekati sarangnya.
Daerah
sebaran Elang Bondol mencakup daerah pantai di Asia Tenggara, Cina, dan
Australia.Sedangkan di Indonesia dan India, masih dapat ditemukan di daerah
pedalaman.
Burung yang umum dan tersebar di seluruh Indonesia, namun sudah jarang ditemui di Jawa dan Bali.
Burung yang umum dan tersebar di seluruh Indonesia, namun sudah jarang ditemui di Jawa dan Bali.
Habitat
Elang Bondol terutama di sekitar pantai dan Pulau-pulau kecil di daerah
tropis.Juga masih dapat ditemukan di lahan basah dan hutan dataran rendah
sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang jauh dari pantai. Terdapat empat
sub-spesies yang dikenal secara global:
Gambar. Elang Bondol (Haliastur Indus). dok. pribadi. Lereng Gunung Gamalama
- indus (Boddaert, 1783) – Pakistan, India dan Sri Lanka, juga di Asia Tenggara dan China selatan.
- intermedius Blyth, 1865 – Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, Sunda Kecil, Sulawesi beserta kepulauannya, Kep. Sula, serta Filipina.
- girrenera (Vieillot, 1822) – Maluku, Papua, Gugus Kepulauan Bismarck dan Australia.
- flavirostris Condon & Amadon, 1954 – Kep. Solomon
Biasanya
sendirian, tetapi di daerah yang makanannya melimpah dapat membentuk kelompok
sampai 35 individu. Ketika berada di sekitar sarang, sesekali memperlihatkan
perilaku terbang naik dengan cepat diselingi gerakan menggantung di udara,
kemudian menukik tajam dengan sayap terlipat dan dilakukan secara
berulang-ulang.
Terbang
rendah di atas permukaan air untuk berburu makanan, tetapi terkadang juga
menunggu mangsa sambil bertengger di pohon dekat perairan, dan sesekali
terlihat berjalan di permukaan tanah mencari semut dan rayap. Menyerang burung
camar, dara laut, burung air besar, dan burung pemangsa lain yang lebih kecil
untuk mencuri makanan.
Makanan
sangat bervariasi.Di perairan diantaranya memakan kepiting, udang, dan ikan;
juga memakan sampah dan ikan sisa tangkapan nelayan.Di daratan memangsa burung,
anak ayam, serangga, dan mamalia kecil. Berbiak
pada musim kemarau di daerah tropis, sekitar bulan Januari-Juli di Kalimantan,
Mei-Oktober di Jawa dan Sulawesi.Bentuk sarang tidak rapi, tersusun atas
patahan batang, rumput, daun, rumput laut, sisa makanan dan sampah.
Sarang
terletak di bangunan atau percabangan pohon yang tersembunyi, 6-50 m dari
permukaan tanah.Sedangkan di hutan mangrove, sarang hanya setinggi 2-8 m.
Jumlah telur biasanya 2 (1-4 butir), dierami selama 28-35 hari.Anakan mulai
belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 40-56 hari, menjadi dewasa mandiri
setelah 2 bulan kemudian.
Sebagaimana
burung pemangsa lainnya, Elang Bondol termasuk jenis satwaliar yang dilindungi
Undang-Undang (PP No. 7/1999). Daerah sebaran yang luas dan jumlah yang
masih banyak menyebabkan burung ini oleh IUCN dikategorikan beresiko rendah
(LC) untuk punah.CITES memasukkan burung ini dalam Appendiks II sebagai jenis
satwa yang masih dapat diperdagangkan secara internasional dengan aturan
tertentu.
BRINJI
EMAS (Ixos affinis).
Brinji
Emas Ixos affinis, Thapsinillas affinis atau Alophoixus
affinis termasuk spesies burung endemik Indonesia.Burung ini
termasuk keluarga Kutilang (Suku Pycnonotidae) yang memiliki sebaran terbatas
di sub-kawasan Sulawesi dan Maluku.
Berukuran
cukup besar (21-26 cm).Tubuh bagian atas diselimuti bulu zaitun-kekuningan dan
tubuh bagian bawah seluruhnya atau sebagian kuning.Iris coklat-tua hingga
kemerahan atau jingga.Paruh berwarna keputih-putihan.Brinji Emas dikenal juga
sebagai Golden Bulbul.
Gambar.
Brinji Emas Halmahera (Ixos Affinis). Dok. Pribadi, Lok. Binagara, Wasile Selatan
Endemik
Indonesia atau hanya hidup di sub kawasan Sulawesi, Kepulauan Sula dan Maluku.
Terdiri atas 9 sub-spesies, dengan daerah persebaran:
- mysticalis (Wallace, 1863): Pulau Buru.
- affinis (Hombron & Jacquinot, 1841): Pulau Seram. Memiliki bintik-kekang kuning, tubuh bagian bawah zaitun-kekuningan lebih terang, ujung bulu-bulu ekor luar kuning-terang lebar
- flavicaudus (Bonaparte, 1850): Pulau Ambon. Sangat mirip dengan T. a. affinis.
- longirostris (Wallace, 1863): Kepulauan Sula (Taliabu, Mangole dan Sanana)
- platenae (Blasius, WH, 1888): Pulau Sangihe. Mirip dari T. a. longirostris tetapi memiliki bintik-kekang kuning-terang, coretan pada tangkai bulu bagian atas agak terang, dan sisi-sisinya zaitun
- aureus (Walden, 1872): Kepulauan Togian. Warna bulu di tunggir lebih kuning dari T. a. longirostris dan bulu bagian bawah kuning-keemasan
- harterti (Stresemann, 1912): Kepulauan Banggai (Peleng, Banggai, Labobo dan Banda). Warna bulu dada lebih zaitun dari T. a. longirostris
- chloris (Finsch, 1867): Pulau Morotai, Halmahera, Bacan dan Kasiruta. Bulu tubuh bagian atas, dada, dan sisi-sisinya lebih hijau, kekang dan bulu bagian bawah mata agak gelap.
- lucasi (Hartert, E, 1903): Pulau Obi. Warna bulu-bulunya lebih terang dan lebih kuning dari T. a. chloris, serta memiliki warna bintik-kekang kuning keemasan
Brinji
Emas menyukai daerah terbuka dengan pohon yang tidak terlalu tinggi seperti
daerah pantai dan tepi hutan yang didominasi tumbuhan semak-perdu.IUCN
memasukkan Brinji Emas dalam kategori beresiko rendah terancam punah (Least
Concern).Burung ini tidak masuk daftar Appendiks CITES dan tidak masuk
spesies yang dilindungi di Indonesia.
PERLING MALUKU (Aplonys Mysolensis).
Perling
Maluku (Suku Sturnidae) termasuk jenis burung yang cukup umum di Maluku
Utara.Berukuran sedang (20 cm) dengan ekor berbentuk baji.Seluruh bulunya
berwarna kehijauan mengkilap; iris mata merah-kusam.Tubuh bagian bawah burung
muda berwarna putih berbintik hitam.
Perling
Maluku menyukai habitat terbuka berupa bekas hutan yang telah di tebang, semak
belukar, hutan mangrove, hutan pantai dan tepian sungai.Hidup dalam kelompok
kecil, menghuni semak dan tepi hutan yang ada di pulau-pulau
kecil. Memakan buah-buhan, mungkin juga memakan serangga dan nektar.
Biasanya
mencari makan secara berkelompok terlihat bergabung dengan Jalak ungu,
meskipun kadang berpasang atau sendirian.Bersarang bersama koloni sampai 50
pasang lebihan dalam lubang-lubang pohon yang telah mati.
Gambar 5.
Perling Maluku (Aplonys Mysolensis). Lok Lereng Gunung Gamalama
Salah
satu ciri khas dari keluarga burung Jalak ini adalah matanya yang berwarna
merah menyala sehingga oleh masyarakat setempat dikenal dengan sebutan “burung
mata merah”.Burung ini bersifat omnivor dengan memakan buah dan serangga.
Perling
Maluku tersebar luas, mulai dari Kepulauan Banggai dan Kepulauan Sula, di ujung
timur Sulawesi; Morotai, Halmahera, Ternate, Bacan, Obi, Buru, Seram, Ambon,
Haruku dan Saparua, di Maluku; dan di kelompok Pulau Papua Barat; meliputi
Gebe, Ajoe, Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, dan pulau-pulau kecil lain di
sekitarnya.
.
Berdasarkan sebaran dan ciri fisiknya, Perling Maluku dibagi menjadi 2 ras,
yaitu:
- mysolensis (G. R. Gray, 1862): Pulau-pulau kecil di Maluku dan Papua
- sulaensis (Sharpe, 1890): Kepulauan Banggai (Peleng dan Banggai) dan Kepulauan Sula (Taliabu, Seho, Mangole, dan Sanana)
Perling Maluku tidak termasuk dalam
daftar Apendiks CITES dan dikategorikan beresiko rendah (Least Concern)
oleh IUCN. Burung ini juga tidak masuk dalam daftar flora dan fauna yang
dilindungi di Indonesia. Populasi di Halmahera cenderung menurun akibat
konversi habitat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar